Senin, 29 Oktober 2012

Pengaruh Kemampuan Manajerial dan Motivasi Kerja Kepala Sekolah Terhadap Kualitas Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di Kabupaten Sleman


BAB I
PENDAHULUAN

A. Judul Penelitian
“Pengaruh Kemampuan Manajerial dan Motivasi Kerja Kepala Sekolah Terhadap Kualitas Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di Kabupaten Sleman”
B. Latar Belakang
Peningkatan kualitas sumber daya manusia (MSDM) merupakan kebutuhan mendesak yang perlu di prioritaskan oleh pemerintah dalam mengahadapi era globalisasi dimana perkembangan tekhnologi dan informasi yang begitu cepat. Harus diakui bahwa yang menjadi pokok permasalah pendidikan di Indonesia adalah kinerja manajemen. Kinerja manajemen ini di tenggarai sebagai salah satu faktor yang memiliki potensi dalam mempengaruhi dunia pendidikan yang meliputi berbagai sumber daya pendidikan yang terkait dengan mutu output yang dihasilkan.
Era reformasi telah membawa perubahan-perubahan mendasar dalam berbagai bidang kehidupan termasuk bidang pendidikan. Salah satu perubahan mendasar yang di gulirkan saat ini adalah manajemen Negara , yaitu dari Manajemen Sentaralistik ke Manajemen berbasis Daerah. Secara resmi perubahan ini di wujudkan dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah. Konsekuensi logis dalam Undang-Undang tersebut adalah bahwa manajemen pendidikan harus di sesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi Daerah.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan cara menyempurnakan sistem pendidikan, baik melalui penataan perangkat lunak maupun perangkat keras. Upaya tersebut, antara lain di keluarkannya Undang-Undang No 22 dan 25 Tahun 1999 tentang otonomi Daerah serta diikuti oleh penyempurnaan Undang-Undang sistem Pendidikan Nasional, yang secara langsung berpengaruh terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan. Dengan perubahan paradigma dari top-down ke bottom -up atau desentaralisasi dalam wujud pemberdayaan sekolah, yang meyakini bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan sedapat mungkin keputusan harus di buat oleh mereka yang berada di garis depan, yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan pendidikan yaitu kepala sekolah dan guru.
Manajemen Berbasisi Sekolah (MBS) merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk mengatur kehidupan sesuai dengan potensi. tuntutan dan kebutuhannya. Otonomi dalam manajemen merupakan tugas sekolah untuk meningkatkan kinerja para tenaga kependidikan, menawarkan partsispasi langsung kelompok-kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah yang ditawarkan sebagai bentuk operasional desentaralisasi pendidikan dalam konteks otonomi Daerah akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang berjalan selama ini. Hal ini di harapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi, efektifitas dan kinerja sekolah dengan menyediakan layanan pendidikan yang komperhensif dan tanggap tehadap kebutuhan masyarakat.
Dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting. Kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam upaya meningkatkan kinerja para tenaga kependidikan, dan menciptakan kondisi yang kondusif terhadap lingkungan satuan pendidikan dan penuh pertimbangan baik sebagai individu maupun kelompok.
Kepala sekolah selaku manajer mempunyai peranan penting dalam mengembangkan mutu pendidikan di sekolah. Sebagai manajer harus mempertimbangkan peran penting yang tidak hanya membuat pengaruh tetapi ia membina bawahan agar memiliki kemampuan dalam mengatur kinerjanya baik kemampuan manajerial maupun kemampuan tehnis. Karena itulah, para manajer dituntut untuk memiliki pandangan dan starategi jangka panjang kearah mana organisasi akan di bawah.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) program-program sekolah harus didukung oleh kemampuan manajerial kepala sekolah yang demokratis dan professional. Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana inti program sekolah merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan dan integritas professional. Kepala sekolah adalah manajer pendidikan. Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memilki strategi yang tepat untuk memberdayakan segala sumber daya sekolah untuk menacapi tujuan pendidikan. Kemampuan manajerial kepala sekolah yang baik dalam mengkoordinasikan. menggerakan, dan menyerasikan segala sumber daya yang pada dasarnya kemampuan manajerial sangat terkait dengan bagaimana penerapan fungsi-fungsi manajemen atau proses manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, pengontrolan, dan pengendalian.
Setiap kepala sekolah pada sebuah sekolah mempunyai tujuan individu yang arif serta senantiasa memperhatikan adanya kesesuaian antara tujuan individu yang tidak jauh menyimpang dari aktivitas organisasi. Jika terjadi kesenjangan antara tujuan individu dan dengan tujuan organisasi, maka akan tercipta ketidakharmonisan kerja. Kepala sekolah akan mudah menyalagunakan tugas kewajiban untuk kepentingan individunya.
Kemampuan kerja dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan serta pengalaman, juga diharapkan dapat memiliki motivasi kerja yang tinggi. Motivasi kerja tersebut merupakan kekuatan yang penting yang harus ada dalam diri kepala sekolah sehingga ia memiliki keinginan atau semangat yang kuat untuk berusaha dan bekerja keras sehingga dapat diperoleh keberhasilan bagi dirinya dan instansi dimana ia bekerja. .
Untuk mengoptimalkan peran, fungsi dan kedudukan kepala sekolah dalam suatu instansi sekolah dalam era manajemen berbasis sekolah perlu dilakukan analisis terhadap kemampuan manajerial dan motivasi kerja kepala sekolah, sebagai umpan balik untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan yang ada, sehingga dapat dilakukan pembenahan peningkatan unsur yang dianggap perlu.
Hasil pengamatan awal penulis menunjukkan bahwa secara umum kualitas pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dikabupaten Sleman masih rendah walaupun telah banyak sekolah yang melaksanakan manajemen berbasis sekolah dengan baik. Beberapa fenomena yang menunjukkan diantaranya masih banyak kepala sekolah yang selalu meminta restu atau petunjuk dari atasan yaitu pihak Dinas Pendidikan dalam rangka merumuskan kebijakan, namun dipihak lain ada kepala sekolah telah sukses mengaplikasikan konsep manajemen berbasis sekolah secara benar dengan keberanian mengambil keputusan atas inisiatif sendiri bersama dengan guru dan pegawai tata usaha sekolah.
Berdasarkan paparan di atas bahwa kemampuan manajerial dan motivasi kerja kepala sekolah memiliki peranan penting dalam kualitas penerapan Manajemen Berbasis Sekolah untuk meningkatkan efisiensi, mutu, relevansi dan pemerataan pendidikan . Maka dari itu, peneliti ingin mengakaji secara ilimiah apakah kemampuan manajerial dan motivasi kerja kepala sekolah berpengaruh terhadap kualitas penerapan manajemen berbasis sekolah dikabupaten Sleman.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, terutama realitas yang terjadi di Kabupaten Sleman, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1.   Bagaimana gambaran kemampuan manajerial, motivasi kerja kepala sekolah dan kualitas pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Kabupaten Sleman?
2.   Apakah ada pengaruh kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap kualitas pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Kabupaten Sleman ?
3.   Apakah ada pengaruh motivasi kerja kepala sekolah terhadap kualitas pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Kabupaten Sleman?
4.   Apakah ada pengaruh secara bersama sama antara kemampuan manajerial dan motivasi kerja kepala sekolah terhadap kualitas pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Kabupaten Sleman?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1.      Untuk mengetahui gambaran kemampuan manajerial, motivasi kerja kepala sekolah dan kualitas pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Kabupaten Sleman.
2.      Untuk mengetahui pengaruh kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap kualitas pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Kabupaten Sleman. Untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja kepala sekolah terhadap kualitas pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Kabupaten Sleman.
3.      Untuk mengetahui pengaruh secara bersama sama antara kemampuan manajerial dan motivasi kerja kepala sekolah terhadap kualitas pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Kabupaten Sleman.
E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini, peneliti mengharapkan dapat memberikan masukan dalam rangka pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yang berkualitas di Kabupaten Sleman yaitu:
1.      Sebagai bahan masukan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman dalam rangka meningkatkan kualitas pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah.
2.      Sebagai bahan masukan bagi sekolah-sekolah yang berada pada kawasan penelitian ataupun sekolah lain di kabupaten Sleman untuk menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1. Konsep Manajemen
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel (dalam Siswanto, 2005:2) memberikan batasan manajemen sebagai berikut: manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi
Manajemen sebagai proses, oleh para ahli diberikan pengertian yang berbeda-beda. Menurut Daft (2002:8) manajemen adalah pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian sumber daya organisasi. The Liang Gie (dalam Mahtika, 2006:6) mengemukakan bahwa manajemen adalah segenap perbuatan menggerakkan sekolompok orang atau mengerahkan segala fasilitas dalam suatu kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan definisi tersebut diatas, maka manajemen mempunyai tiga unsur pokok yaitu: (1) adanya tujuan yang ingin dicapai, (2) tujuan dapat dicapai dengan menggunakan kegiatan orang lain, dan (3) kegiatan-kegiatan orang lain itu harus dibimbing dan diawasi. Dengan demikian manajemen dapat dipastikan adanya maksud untuk mencapai tujuan tertentu dari kelompok atau organisasi yang bersangkutan. Sedangkan untuk mencapainya suatu perencanaan yang baik, pelaksanaan yang konsisten dan pengendalian yang kontinyu, denganmaksud agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan efisien dan efektif. Efisien dapat dikatan suatu kondisi atau keadaan, dimana penyelesaian suatu pekerjaan dilaksanakan dengan benar dan dengan penuh kemampuan yang dimiliki. Sedangkan efektivitas adalah suatu kondisi atau keadaan dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai menggunakan sarana ataupun peralatan yang tepat, disertai dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan.
Manajemen sebagai seni berfungsi untuk mencapai tujuan yang nyata mendatangkan hasil atau manfaat, sedangkan manajemen sebagai ilmu berfungsi menerangkan fenomena-fenomena, kejadian- kejadian, keadaan-keadaan sebagai penjelasannya.
Menurut Mondy dan Premeaux (1993:5) bahwa “Manajemen adalah proses penyelesaian pekerjaan melalui usaha-usaha orang lain.” Berdasarkan definisi ini tampak bahwa proses manajemen akan terjadi apabila seorang melibatkan orang lain untuk menyelesaikan suatu pekerjaan karena fakta menunjukkan bahwa untuk mencapai tujuan organisasi, manajer tidak dapat melakukan sendiri tugas tersebut tanpa bantuan orang lain atau pegawai.
Menurut Hasibuan (2001:1) bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumberdaya-sumberdaya lainnya sebara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Wahjosumidjo (2001:93) mengemukakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan  usaha-anggota-anggota  organisasi  serta pendayagunaan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Manajemen adalah seni, dan ilmu perencanaan dan pengorganisasian, penyusunan pegawai, pemberian perintah, dan pengawasan terhadap human and natural  resourcesterutama human resources untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Kriteria yang dapat pula digambarkan sebagai strategi pokok manajemen adalah mencapai hasil dengan efisien, efektif, ekonomis dan bertanggung jawab dengan memanfaatkan manusia dan sumber daya manusia, biaya, alat, bahan, metode kerja, tempat dan waktu sehemat mungkin.
2. Konsep manajemen berbasis sekolah
a. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Istilah manajemen bebasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. Manajemen Bebasis Sekolah (MBS) merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas kapada tingkat satuan pendidikan (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola dan mangatur sumberdaya danmengalokasikan dana sesuai dengan perioritas kebutuhan. Slameto (2002:2) mengemukakan bahwa manajemen berbasis sekolah berasal dari tiga kata yaitu: Manajemen, Berbasis, dan Sekolah. Manajemen adalah pengkordinasian, dan penyesuaian sumber daya melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan bentuk alternatif pengelolaan sekolah dalam rangka desentaralisasi pendidikan, yang di tandai adanya kewenangan pengambilan keputusan yang lebih luas di tingkat sekolah, partispasi masyarakat yang relatif tinggi, dalam kerangka kebijakan pendidikan Nasional.
Para pakar memberikan konsep MBS dari sudut pandang yang berbeda-beda akan tetapi maknanya tidak jauh bebeda mengacu pada peningkatan mutu. Malen, Ogawa, dan Kranz (dalam Duhao, 2002:16) mendefinisikan mengemukakan bahwa manajemen bebasis sekolah secara konseptual dapat di gambarkan sebagai suatu perubahan formal struktur penyelenggaraan, sebagai suatu bentuk desentaralisasi yang mengidentifikasikan sekolah itu sendiri sebagai unit utama peningkatan serta bertumpu pada redistribusi kewenangan pembuatan keputusan sebagai sarana penting dengannya peningkatan dapat di dorong dan di topang. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa MBS merupakan salah satu bentuk desentaralisasi pendidikan yang dterapkan dimasing-masing sekolah sebagai pelaksana untuk mengembangkan diri sesuai dengan otoritas yang dimiliki. Lebih lanjut Candoli (dalam Duhaou, 2002:16) memberikan konsep bahwa suatu cara untuk memaksakan sekolah itu sendiri mengambil tanggung jawab atas apa yang terjadi pada anak menurut juridisnya dan mengikuti sekolahnya. Konsep ini menegaskan bahwa, ketika sekolah itu sendiri dibebani dengan pengembangan total program kependidikan yang bertujuan melayani kebutuhan-kebutuhan anak dalam mengikuti sekolah khusus itu, personil sekolah akan mengembangkan program-program yang telah meyakini karena mereka mengetahui para siswa dan kebutuhan mereka.
Pernyataan yang berbeda dengan konsep di atas, Slamet (2002:17) menyatakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumberdaya yang di lakukan secara otomatis dan mandiri oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan Nasional, dengan melibatkan semua kelompok berkepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan secara partisipatif.
Dalam sistem MBS, semua kebijakan dan program sekolah di tetapkan olek Komite sekolah dan dewan Pendidikan. Badan ini merupakan lembaga yang di tetapkan berdasarkan musyawarah dari pada pejabat daerah setempat. Komisi pendidikan pada Dewan Perwakilan Rakiyat Daerah (DPRD), pejabat pendidikan Daerah, kepala sekolah, tenaga kependidikan, perwakilan orang tua peserta didik, dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan segala kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang pendidikan yang berlaku.


b.Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah adalah memberdayakan sekolah, tertutama sumberdaya manusianya (Slamet,2003:9). Pemberdayaan terjadi melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas, dan sumberdaya untuk memecahkan masalah yang di hadapi oleh sekolah yang bersangkutan, Menurut slamet, cirri-ciri sekolah yang “berdaya” adalah: (1) tingkat kemandirian tinggi, (2) tingkat ketergantungan rendah, (3) bersifat adaptif dan antisipatif, (3) memiliki jiwa kewirausahaan tinggi, bertanggung jawab terhadap hasil sekolah, (4) memiliki kontrol yang kuat terhadap input sekolah. Ada dua esensi penting Manajemen Berabasis Sekolah yaitu otonomi sekolah dan pengambilan keputusan partisipatif (Depdiknas, 2001:15). Otonomi sekolah di artikan sebagai kewenangan atau kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri dan tidak terlalu bergantung. Sedangkan pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis, di mana warga sekolah dan seluruhstakeholder di dorong untuk terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkontrinbusi terhadap pencapaian tujuan.Secara Spesifik Manajemen Berbasisi Sekolah bertujuan untuk:
(1) mendorong peningkatan mutu sekolah karena fokus penekanannya pada tiga komponen yaituinput-output-proses,(2) meningkatkan partisipasi warga sekolah dalam proses pengambilan keputusan, (3) meningkatkan akuntablitas sekolah terhadap masyarakat sebagai konsekuensi keterlibatan masyarakat dalam proses persekolahan. Durry dan Levin (1994) mengemukakan tujuan jangka pendek penerapan MBS, yaitu (1) meningkatkan efiseinsi penggunaan sumberdaya, (2) meningkatkan profesionalisme guru, dan (3) mendorong implementasi pembaharuan kurikulum di sekolah.

c. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Muslim (2003:13) mengemukakan bahwa implementasi ditinjau dari kenyataan yang subyektif adalah sebagai proses pelaksanaan suatu ide, gagasan, program atau kegiatan lain melalui usaha agar terjadi suatu perubahan.
Poerwardarminta (1996:327) menegemukakan bahwa implentasi adalah pelaksanaan suatu usaha-usaha yang akan di jalankan.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa implementasi Manajemen Berbasis Sekolah adalah upaya pelaksanaan program yang telah di tetapkan secara konseptual dalam meningkatkan mutu pendidikan dan tetap managcu pada tujuan pendidikan Nasional.
Upaya pelaksanaan program MBS secara efektif dan efisien, selain mamahami konsep implementasi dengan baik, harus juga di dukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas dan profesional. Dana yang tersedia juga cukup memadai untuk manggaji staf sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, serta sarana dan prasarna yang di dukung oleh masyarakat. Mulyasa (2002:34) mengemukakan konsep pelaksanaan manajemen berbasis sekolah diantaranya adalah pengelompokan sekolah yang di dasarkan pada kemampuan manajemen dengan mempertimbangkan kondisi lokasi dan kualitas sekolah.
Pertimbangan-pertimbangan yang harus di perhatikan dalam implementasi MBS antara lain yaitu : kategori sekolah yang sudah maju, sedang dan masih tertinggal.Keadaan tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kemampuan sekolah dalam mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah berbeda-beda antara satu sekolah dengan sekolah lain. Keragaman kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing sekolah menuntut perlakuan yang berbeda dalam melaksanakan MBS.
d. Kepala sekolah sebagai manajer dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
Berdasarkan pengertian manajemen yaitu proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan usaha-usaha anggota organisasi serta pendayagunaan seluruh sumber daya yang ada dalam rganisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Ada beberapa hal yang harus di perhatikan oleh yang berfungsi sebagai manajer dalam sebuah organisasi yaitu: proses, pendayagunaan, dan tujuan. Proses merupakan sesuatu yang sistematik dalam melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu (Wahjosumidjo: 2001:94).
Menurut Stoner (dalam Wahjosumidjo: 2001:96) adalah delapan macam fungsi manajer dalam suatu organisasi yaitu: (1) Kepala sekolah bekerja dengan dan melalui orang lain, (2) kepala sekolah bertanggung jawab dan memepertanggungjawabkan, (3) Kepala sekolah harus mampu menghadapi berbagai persoalan dalam kondisi yang terbatas, (4) Kepala sekolah harus berpikir secara analitik dan konsepsional, (5) Kepala sekolah sebagai juru penengah, (6) Kepala sekolah sebagai politisi, (7) Kepala sekolah adalah seorang diplomat, (8) Kepala sekolah berfungsi sebagai pengambil keputusan.  Untuk mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) secara efektif dan efisien kepala sekolah sebagai manajer perlu memiliki pengetahuan kepemimpianan, perencanaan, pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan. Wibawa kepala sekolah harus ditumbuh kembangkan dengan meningkatkan sikap kepedulian, semangat belajar, disiplin kerja, keteladanan, dan hubungan manusiawi sebagai modal untuk menciptakan iklim yang kondusif. Lebih lanjut lagi kepala sekolah sebagai manajer di tuntut untuk melakukan fungsinya dalam proses belajar mengajar, denngan melakukan supervisi kelas, pembinaan dan memberikan saran positif kepada guru.
Dapat di simpulakn bahwa dalam implmentasi manajemen berbasisi sekolah merupakan kunci keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan sekolah. Karena dia di beri tanggung jawab untuk mengelola dan memberdayakan berbagai potensi masyarakat serta orang tua untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan sekolah. Oleh karena itu dalam implementasi manajemen berbasisi sekolah harus mempunyai visi,misi dan wawasan luas tentang sekolah yang efektif serta kemampuan professional dalam mewujudkannya melalui perencanaan, kepemimpinan, manajerial, dan supervisi pendidikan. Ia juga di tuntut untuk menjalin kerjasama yang harmonis dengan berbagai pihak yang terkait dengan program pendidikan di sekolah.
 3.Konsep kemampuan manajerial 
Manajerial berasal dari kata manager yang berati pimpinan. Menurut Fattah (1999:13) menjelaskan bahwa praktek manajerial adalah kegiatan yang di lakukan oleh manajer. Selanjutnya Siagian (1996:63) mengemukakan bahwa “ Manajerial skill adalah keahlian menggerakan orang lain untuk bekerja dengan baik.”
Kemampuan manajerial sangat berkaitan erat dengan manajemen kepemimpinan yang efektif, karena sebenarnya manajemen pada hakekatnya adalah masalah interaksi antara manusia baik secara vertikal maupun horizontal oleh karena itu kepemimpinan dapat dikatakan sebagai perilaku memotivasi orang lain untuk bekerja kearah pencapaian tujuan tertentu. Kepemimpinan yang baik seharusnya dimiliki dan diterapkan oleh semua jenjang organisasi agar bawahanya dapat bekerja dengan baik dan memiliki semangat yang tinggi untuk kepentingan organisasi.
Menurut Mondy dan Premeaux (1993:5) bahwa “ Manajemen adalah proses penyelesaian pekerjaan melalui usaha-usaha orang lain.”Berdasarkan definisi ini Nampak bahwa proses manajemen akan terjadi apabila seseorang malibatkan orang lain untuk menacapi tujuan organisasi. Selanjutnya Gatewood, Tayler, dan Ferrel (1993:73) mengemukakan bahwa manajemen adalah “Serangkaian kegiatan yang di rancang untuk mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya secara efektif dan efisien.” Definisi ini tidak hanya menegaskan apa yang telah di kemukakan sebelumnya tentang  pencapaian hasil pekerjaan melalui orang lain, tetapi menjelaskan tentang adanya ukuran atau standar yang menggambarkan tingkat keberhasilan seorang manajer yaitu efektif dan efisien.
Manajemen adalah “proses menyelesaikan aktivitas-aktivitas secara efisien dengan dan melalui orang lain” (Robbins, 1986:86). Sedangakam Hasibuan (2001:20) mengemukakan bahwa “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya-sumberdaya lainnya secara efektif dan efisien untuk suatu tujuan tertentu.”
Pada umumnya manajemen adalah suatu kerjasama dengan dan melalui orang lain untuk mencapai tujuan yang telah di sepakati bersama dengan sistematis, efisiensi, dan efektif (Martoyo, 2002:12). Manajemen menurut Hasibuan (2001:42), adalah suatu proses yang khas yang terjadi tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang di lakukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lain. Stooner (1986:7) menyatakan bahwa proses mencakup perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Sedangkan menurut Siagian (1996:12) mengemukakan bahwa fungsi- fungsi manajemen yang ada pada prinsipnya tidak bebeda dengan berbagai pendapat lain yaitu, planning, organaising, stepping, directing,
Coordinating, Reporting, dan Budgeting menurut Tilaar (1994:24) bahwa manajemen pada hakekatnya berekenaan dengan cara-cara pengelolaan suatu lembaga agar lembaga tersebut efisien dan efektif. Suatu lembaga di katakan efisien apabila infestasi yang di tanamkan dalam lemabaga tersebut sesuai atau memberikan profit sebagaimana yang di harapkan. Selanjutnya suatu lembaga di katakan efektif apabila pengelolaannya menggunakan prinsip yang tepat dan benar sehingga berbagai kegiatan di dalam lembaga tersebut dapat tercapai tujuan yang telah di rencanakan sebelumnya.
Dari bebagai pandangan tentang proses manajemen atau fungsi-fungsi manajemen yang di kemukakan di atas, tidak di temukan perbedaan yang prinsipil karena semuanya mengandung fungsi-fungsi manajemen sebagai suatu proses manajemen. Jadi dapat di simpulkan bahwa fungsi-fungsi manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian.
Dalam praktek manajemen, fungsi-fungsi pokok manajemen tersebut merupakan kegiatan yang saling terkait yang harus dilakukan oleh para manajer, agar dapat memanfaatkan seluruh sumber daya yang di miliki organsisasi tersebut baik sumberdaya manusia maupun bukan untuk dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam upaya untuk mencapai tujuan dengan produktivitas yang tinggi dan kepuasan individu yang terlibat dalam kegiatan manajemen. Menurut Robbins (1996:50), kemampuan (ability) merujuk ke suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu  pekerjaan. Yulk (1988) mengemukakan bahwa, kemampuan dapat di artikan keterampilan atauskill menuju kepada kemampuan dari seesorang untuk melalukan berbagai jenis kegiatan kognitif atau di perlukan dengan suatu cara yang efektif. Keterampilan menggerakkan orang lain inilah yang di sebut manajerial skill (Burhanudin, 1994). Demikian pula (Siagian, 1996:36) mengemukakan bahwa Manajerial skill adalah keahlian menggerakan orang lain untuk bekerja dengan baik.
Jadi dapat di simpulkan bahwa kemampuan manajerial adalah kemampuan untuk menggerakan orang lain dalam memanfaatkan sumber-sumber yang ada dalam mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif. Ukuran seberapa efisien dan efektifnya seorang manajer adalah seberapa baik dia menetapkan rencana dalam mencapai tujuan yang memadai, kemampuan memimpin secara efektif merupakan kunci keberhasilan organisasi. Kepala sekolah sebagai manajer pada jalur pendidikan formal, di tuntut memiliki kemampuan dalam manajemen sekolah, agar mampu mencapai tujuan proses belajar mengajar secara keseluruhan.
Menurut Katz dan Payol (Robbins, 2003:7) bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas manajerial paling tidak di perlukan tiga macam bidang keterampilan, yakni:
Keterampilan tekhnis, yaitu kemampuan manusia untuk menggunakan prosedur, tekhnis, dan pengetahuan mengenai bidang khusus; Keterampilan manusiawi, yaitu keterampilan untuk bekerja sama dengan orang lain, memahami, memotivasi, sebagai individu atau kelompok; Keterampilam konseptual, yaitu kemampuan untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan semua kepentingan dan aktivitas organisasi.
Peranan kepala sekolah sebagai manajer, sangat memerlukan ketiga macam keterampilan di atas. Agar kepala sekolah dapat secara efektif melaksanakan fungsinya sebagai manajer maka harus memahami niali-nilai yang terkandung di dalam ketiga keterampilan di atas dan mampu mewujudkannya kedalam tindakan atau perilaku. Adapun nilai-nilai yang terkandung di dalam ketiga keterampilan tersebut sebagai berikut: Keterampilan teknis: (1) menguasai pengetahuan tentang metode. Proses, prosedur, dan tekhnik untuk melaksanakan kegiatan khusus dan (2) kemampuan untuk memanfaatkan serta mendayagunakan sarana, peralatan yang di perlukan dalam mendukung kegiatan yang bersifat khusus tersebut; Keterampilan manusiawi: (1) kemampuan untuk memahami perilaku manusia dan proses kerja sama, (2) kemampuan untuk memahami isi hati, sikap, dan motif orang lain, mengapa mereka berkata dan berperilaku, (3) kemampuan untuk berkomunikasi secara jelas dan efektif, (4) kemampuan  menciptakan kerja sama yang efektif, kooperatif, praktis, dan diplomatis, (5) mampu berperilaku yang dapat di terima; Keterampilan konseptual: (1) kemampuan berpikir rasional, (2) cakap dalam berbagai macam konsepsi,(4) mampu menganalisis berbagai kejadian serta mamapu memahami berbagai kecendrungan, (5) mampu mangantisipasi perintah, dan (6) mampu mengenali dan mamahami macam-macam masalah sosial.
Untuk mendukung terpenuhinya tututan manajerial skill sesuai dengan kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi, maka setiap orang yang disebut pemimpin harus berusaha memiliki sikap kepemimpinan yang baik. Berdasarkan uraian di atas maka dapat di simpulkan bahwa kemampuan manjerial kepala sekolah adalah kapasitas yang di miliki oleh seorang kepala sekolah dalam mengelola organisasi dan sumber daya yang ada, guna mencapai tujuan organisasi yang mancakup: (1) kemampuan merencanakan dengan indikator yaitu mampu menyusun dan menerapkan strategi, dan mampu mengefektifkan perancanaan, (2) kemampuan mengorganisasikan dengan indikator mampu melakukan departementalisasi , membagi tanggung jawab dan mampu mengelola personil. (3) kemampuan dalam pelaksanaan dengan indikator yaitu mampu mengambil keputusan, dan mampu menjalin komunikasi,  (4) kemampuan mengadakan pengawasan indikator mampu mengelola, dan mampu mengendalikan operasional.

4. Motivasi kerja
Istilah motivasi berasal dari kata latin yaitu: motifus yang berarti sebab, alasan dasar, pikiran dasar dorongan bagi seseorang untuk berbuat atau ide pokok yang selalu berpengaruh besar terhadap tingkah laku manusia Kartono (1979:32).
Menurut Siswanto (2008:120), motivasi adalah (1) setiap perasaan atau kehendak dan keinginan yang sangat mempengaruhi kemauan individu sehingga individu tersebut didorong untuk untuk berperilaku dan bertindak, (2) pengaruh kekuatan yang menimbulkan perilaku individu, (3) setiap tindakan atau kejadian yangmenyebakan berubahnya perilaku seseorang, (4) proses yang menentukan gerakan atau perilaku individu kepada tujuan. . Hal ini sejalan dengan pendapat Hasibuan (1993:95), motivasi sebagai pemberi daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan berintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai tujuan.
Purwanto (1990:72), menyatakan bahwa motivasi mengandung tiga kemampuan pokok yaitu menggerakkan, mengarahkan, dan menopang tingkah laku. Mengarahkan adalah menyatukan tingkah laku untuk mencapai suatu orientasi tujuan. Menopang yaitu memberikan penguatan intensitas, arah, dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu. Uno (2008:1), mengemukakan bahwa motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain sebagai dorongan mental terhadap pereorangan atau orang-orang sebagai anggota masyarakat. Motivasi dapat juga diartikan sebagai proses untuk mencoba mempengaruhi orang atau orang-orang yang dipimpinnya agar melakukan pekerjaan yang diinginkan.
Nawawi (1997:14), motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi penyebab seorang melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukan secara sadar, meskipun tidak tertutup kemungkinan bahwa dalam keadaan terpaksa seseorang melakukan  sesuatu kegiatan yang tidak disukai, sehingga kekuatan didorong oleh sesuatu yang tidak disukai berupa kegiatan yang terpaksa dilakukan cenderung berlangsung tidak efektif dan efisien. Motivasi dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah pendorong perilaku yang bersumber dalam diri seseorang sebagai individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya manfaat/makna pekerjaan yang dilaksanakan, baik karena mampu memenuhi kebutuhan atau menyenangkan orang yang memungkinkan seorang mampu mencapai suatu tujuan positif dimasa depan. Sedangkan ekstrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri sebagai individu berupa suatu kondisi yang mengharuskan pekerja melaksanakan perilaku secara maksimal karena adanya pujian, hukuman, aturan, dan sebagainya.
Dengan demikian jelaslah bahwa motivasi selalu berhubungan dengan kebutuhan, keinginan dan dorongan, sekaligus menjadi penyebab seorang pegawai, berusaha mencapai tujuan tertentu, dan berperilaku memelihara dan mengendalikan kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan dalam suatu organisasi. Manusia dan kerja merupakan dua hal yang terangkung dalam kesatuan integral. Semua manusia bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Abdurachman (1996:31), mengatakan bahwa kerja adalah kegiatan yang memuat suatu tujuan tertentu, disamping itu memuat perpaduan tenaga manusia, baik jasmani maupun rohani  dengan alat, bahan, uang dan waktu. Moenir (1996:90), mengemukakan bahwa pekerjaan adalah rangkaian perbuatan tetap yang dilakukan oleh seseorang yang menghasilkan sesuatu yang dapat dinikmati baik langsung maupun tidak langsung, baik hasil itu berupa barang atau jasa.
Menurut Kartono (1997:23), alasan orang bekerja dapat dilihat dari sudut penting yaitu: (1) pandangan konservatif mengatakan bahwa kerja jasmani adalah orang berakal sehat harus bekerja untuk mempertahankan eksistensi dirinya dan keluarganya. Pandangan konservatif ini menganggap bahwa kebanyakan orang tidak menyukai pekerjaan, sehingga perlu diberikan motivasi. Motivasi adalah sebagai satu-satunya ransangan untuk bekerja. Kekuatan untuk dipecat dari pekerjaan adalah satu-satunya motivasi negatif untuk mendorong orang agar terus tetap bekerja, dan (2) pandangan moderen melihat kerja sebagai aktivitas dasar dan dijadikan bagian yang esensial dari kebutuhan manusia. Kerja memberikan status, mengikat seseorang pada individu lain serta masyarakat. Kerja merupakan aktivitas sosial yang memberikan isi dan makna dalam kehidupan.
Kerja merupakan realisasi diri manusia, yang bertitik tolak dari dalam kesenangan dan kesukaan, dengan kata lain kerja merupakan suatu bentuk pelayanan bagi manusia lain baik sebagai individu maupun bermasyarakat. Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa bekerja adalah suatu aktivitas baik fisik maupun mental dengan maksud untuk mendapatkan kepuasan atau pemenuhan kebutuhan. Dengan kata lain orang bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan hidupnya.
Asa’ad (1987:23), mengemukakan motivasi kerja merupakan suatu yang menimbulkan semangat dan dorongan kerja. Lebih lanjut dikatakan bahwa motivasi kerja psikologis kerja disebut pendorong semangat kerja. Kuat lemahnya motivasi kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasi kerja. Teori pemeliharaan motivasi dua faktor yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang dikutif oleh Syahdam (1996:22). Mengemukakan ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan yaitu : (1) faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfer atau intrinsik motivation, (2) faktor pemeliharaan( maintanance factor) yang disebut juga discatisfier atau extrinsic motivation.
Faktor pemuas merupakan faktor pendorong seorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri orang yang bersangkutan yang mencakup: (1) kepuasan kerja itu sendiri, (2) prestasi yang diraih, (3) peluang untuk maju, (4) pengakuan orang lain (5) kemungkinan pengembangan karier. McClelland (dalam Handoko 2003:262), mengemukakan bahwa kebutuhan prestasi tersebut dapat dikembangkan pada orang dewasa orang-orang yang berorientasi prestasi mempunyai karakteristik- karakteristik tertentu yang dapat dikembangkan, yaitu:
1. Menyukai pengambilan risiko yang layak (moderat) sebagai fungsi keterampilan, bukan kesempatan, menyukai suatu tantangan dan menginginkan tanggung jawab pribadi bagi hasil-hasil yang dicapai;
2. Mempunyai kecenderungan untuk menetapkan tujuan-tujuan yang layak dan menghadapi risiko yang sudah diperhitungkan. Salah satu alasan mengapa banyak perusahaan berpinda keprogram management by objectives (MBO) adalah karena adanya korelasi positif antara penetapan tujuan dan tingkat prestasi;
3. Menyukai kebutuhan yang kuat akan umpan balik tentang apa yang telah dikerjakannya;
4. Mempunyai keterampilan dalam perencanaan jangka panjang dan memiliki kemampuan-kemampuan organisasional.Teori motivasi yang telah dijelaskan, secara nyata berhubungan dengan peningkatan aktivitas seseorang, motivasi kerja pada hakekatnya menggerakkan atau menjadi tenaga pendorong yang menimbulkanadanya keinginan untuk melakukan pekerjaan yang dibebankan kepadanya, dimana pekerjaan tersebut dilaksanakan secara sistematis dengan berkesinambungan, serta progresif, agar dapat mencapai tujuan organisasi. Sejalan dengan pandangan tersebut, Sardiman (1986:19) menyebutkan kesimpulan dua teori yang muncul yaitu: (1)biogenic theories, menyangkut proses biologis seperti intrinsik dan kebutuhan- kebutuhan dasar lainnya, (2) sosiogenic theories, yang menekankan adanya pengaruh luar, berupa kebudayaan dan kehidupan masayarakat. Kedua teori tersebut menekankan bahwa seseorang melakukan aktivitas karena kebutuhan biologis intrinsik dan ekstrinsik atau sumber-sumber kebudayaan yang dipengaruhi oleh perkembangan budaya manusia.
Setiap manusia normal, berkeinginan meraih prestasi dan selalu mendambahkannya, sehingga ia akan terdorong melakukan aktivitas atau pekerjaan serta berusaha melakukannya secara berkualitas. Pencapaian prestasi atauachievement dalam suatu pekerjaan akan menggerakkan bagi yang bersangkutan untuk melakukan aktivitas atau tugas-tugas berikutnya. Prestasi yang dicapai dalam suatu pekerjaan akan menimbulkan sikap positif, atau sikap yang selalu ingin melakukan aktivitas yang penuh tantangan. Sebaliknya jika seseorang selalu gagal meraih prestasi dalam pekerjaannya, akan menimbulkan rasa tidak puas, kecewa, bahkan mungkin frustasi, sehingga dapat berakibat munculnya kecenderungan konflik dalam lingkungan pekerjaannyaUntuk mencapai pelaksanaan pekerjaan bagi setiap pegawai, diperlukan seorang pemimpin yang selalu berusaha mendorong bawahannya agar dapat melakukan pekerjaan yang lebih berkualitas guna mencapai prestasi semaksimal mungkin. Hal itu penting karena prestasi yang dicapai oleh setiap pegawai bukan saja menimbulkan rasa kebanggaan tersendiri pada diri yang bersangkutan, tetapi juga menguntungklan bagi organisasi dalam usaha meningkatkan produktivitasnya. Sedangkan Wainer (1990:96), mengemukakan bahwa orang- orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi ditandai oleh: (1) berusaha untuk elakukan kegiatan yang meningkatkan prestasi, (2) berusaha untuk menghindari terjadinya kmegagalan, (3) bekerja dengan intensitas yang lebih tinggi dan (4) memilih tugas yang mempunyai tingkat kesulitan. Pendapat ini pun menggambarkan bahwa seseorang yang mempunyai motivasi tinggi untuk berprestasi akan selalu bekerja keras untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam pekerjaannya, sebab yang bersangkutan akan merasa bangga dan bahagia jika ia berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan meskipun dengan mengerahkan segala kemampuan dan usaha maksimal yang cukup melelahkan, bahkan perasaan bangga/bahagia ini dapat semakin memperbesar dorongan seseorang untuk meraih prestasi yang lebih baik. Menurut Wahjosumijo (1999::92), motivasi itu merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapaitujuan yang telah ditetapkan, karena motivasi tersebut mempengaruhi seseorang untuk melakukan peningkatan aktivitas atau tindakan, serta mempertahankan kegiatan ke arah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Motivasi merupakan proses biologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, persepsi dan kemampuan lainnya yang ada pada diri seseorang. Proses psikologi tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (1) faktor intrinsik yang meliputi : kepribadian, sikap, pengalaman, pribadi, latar belakang pendidikan, dan harapan atau cita-cita, dan (2) faktor ekstrinsik, yang meliputi: prilaku pimpinan, hubungan antara individu, atau antar individu dengan kelompoknya, sosial ekonomi dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan penelitian ini, bahwa begitu pentingnya motivasi kerja bagi kepala sekolah baik yang bersumber dari dalam dirinya(intrinsik) maupun dari luar(ekstrinsik) sebagai pendorong dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan pokoknya dan tugas-tugas tambahan yang dibebangkan kepadanya. Dengan memiliki motivasi kerja yang tinggi maka kecenderungan produktivitas kerja kepala sekolah akan tinggi.
Indikator untuk mengukur motivasi kerja kepala sekolah di Kabupaten sleman provinsi yogyakarta adalah (1) meningkatkan prestasi, (2) menghindari kegagalan, (3) bekerja keras,(4) mengaktualisasikan diri, (5) pujian, (6) hukuman, (7) aturan. 5.Fungsi kepala sekolah
a. Konsep dasar fungsi kepala sekolah
Kepala sekolah adalah pemimpin tertinggi disekolah. Pola kepemimpinannya akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan terhadap kemajuan sekolah. Oleh karena itu, kepemimpinan kepala sekolah adalah cara atau usaha kepala sekolah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan guru, stap, siswa, orang tua siswa, dan pihak lain yang terkait, untuk bekerja atau berperan serta guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Atmodiwiro (2000:63) mengemukakan bahwa ada lima keterampilan administrasi dan dua belas kompetensi yang diperlukan untuk menjadi seorang kepala sekolah yang efektif untuk mencapai tujuan organisasi. Lima keterampilan yang dimaksud adalah: (1) keterampilan teknis, 2) keterampilan hubungan manusia, (3) keterampilan konsepsional, (4) keterampilan pendidikan dan pengajaran, dan (5) keterampilan kognitif. Sedangkan dua belas kompetensi yaitu: (1) komitmen terhadap misi sekolah dan keterampilan untuk menjadikan gambaran bagi sekolahnya, (2) orientasi kepemimpinan proaktif (3) ketegasan, (4) sensitif terhadap hubungan yang bersifat interpersonal dan organisasi, (5) mengumpulkan informasi, menganalisis pembentukan konsep, (6) fleksibilitas i ntelektual, (7) persuasif dan manajemen interaksi, (8) kemampuan beradaptasi secara taktis, (9) motivasi dan perhatian terhadap pengembangan, (10) manajemen kontrol, (11) kemampuan berorganisasi dan pendelegasian, dan (12) komunikasi. Menurut Dirawat, dkk (1986:43) tugas dan tanggung jawab kepala sekolah digolongkan atas dua bidang yaitu: (1) tugas kepala sekolah dalam bidang administrasi dan (2) tugas kepala sekolah dalam bidang supervisi. Tugas kepala sekolah dalam bidang administrasi digolongkan dalam bidang manajemen yang berhubungan dengan pengelolaan pengajaran, kepegawaian, kesiswaan, gedung dan halaman, keuangan, dan pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat. Sedangkan tugas kepala sekolah dalam bidang supervisi bertugas memberi bimbingan, bantuan, pengawasan, dan penilaian padamasalah-masalah yang berhubungan dengan teknis penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan dan pengajaran yang berupa perbaikan program dan kegiatan pendidikan pengajaran untuk dapat menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik.
.
b. Fungsi kepala sekolah sebagai manajer di sekolah.
Dari berbagai pandangan tentang fungsi-fungsi manajemen tidaklah terdapat perbedaan yang prinsip, semuanya memandang fungsi- fungsi manajemen sebagai suatu proses manajemen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fungsi manajemen dapat dikelompokkan atas perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan. Fungsi manajemen diatas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Wahjosumijo (1999:94), bahwa proses manajemen disekolah mencakup proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan program, sumber daya manusia, sarana dan dana. Kepala sekolah sebagai manajer di sekolah menyelenggarakan berbagai bidang diantaranya adalah :
1) Kurikulum atau pengajaran
Salah satu tugas utama kepala sekolah adalah melaksanakan perencanaan, mengkoordinasikan, sampai tahap evaluasi pada kegiatan pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku. Dengan demikian pemahaman terhadap kurikulum sampai dengan strategi pelaksanaan sangat penting. Tahap pelaksanaan kurikulum melalui empat tahap, yaitu: (1) perencanaan (2) pengorganisasian dan koordinasi, (3) pelaksanaan, dan (4) pengendalian (Depdikbud, 1999).

2) Personalia
Dalam manajemen personalia, ada tiga aspek tugas kepala sekolah yaitu: (1) pengadaan tenaga, (2) pemamfaatan tenaga yang telah dimiliki, dan (3) pembinaan dan pengembangan. Ada dua tahap harus dilakukan kepala sekolah untuk pengadaan tenaga yaitu analisis pekerjaan, pengadaan tenaga, sedangkan yang berhubungan dengan pemamfaatan tenaga yaitu peningkatan propesionalisme, pembinaan karier, dan kesejahteraan, demikian pula pembinaan dan pengembangan personalia, kepala sekolah perlu mendayagunakan staf.
3) Kesiswaan
Semua kegiatan di sekolah pada akhirnya ditujukan untuk membantu siswa mengembangkan dirinya. Upaya itu akan optimal jika siswa itu sendiri secara aktif berupaya mengembangkan diri, sesuai dengan program-program yang dilakukan sekolah. Oleh karena itu peran kepala sekolah sangat penting untuk menciptakan kondisi agar siswa dapat mengembangkan diri secara optimal. Misalnya, penerimaan siswa baru, pembinaan siswa, dan pemantapan program kesiswaan.
4) Keuangan
Segala kegiatan yang dilakukan di sekolah perlu dana. Hal ini disebabkan pengelolaan pendidikan di sekolah dalam segala aktivitasnya perlu sarana dan prasarana untuk proses pengajaran, layanan, supervisi, penggajian, dan kesejahteraan guru, dan staf lainnya kesemuanya itu memerlukan dana ( Cambell, dalam Maisyaroh, 2003)
5) Sarana dan prasarana
Para pakar pendidikan sering kali menegaskan bahwa guru merupakan sumber daya manusia yang menentukan keberhasilan program pendidikan. Namun tidak berarti bahwa keberadaan unsur- unsur lain tidak begitu penting. Tujuan manajemen sarana danprasarana di sekolah yaitu: (1) untuk mengupayakan pengadaan melalui sistim perencanaan agar sesuai dengan kebutuhan sekolah, (2) mengupayakan pemakaian secara tepat dan efisien, (3)mengupayakan pemeliharaan sehingga keberadaannya selalu dalamkondisi siap pakai.

6) Hubungan sekolah dengan masyarakat
Sekolah adalah bagian dari sistem sosial yang berperang dalam rangka mencetak kader bangsa yang diharapkan dapat meneruskan cita- cita pembangunan nasional. Dengan dasar itu maka hubungan sekolah dengan masyarakat harus dijalin dengan baik, karena mempunyai tujuan seperti yang dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1995:334), tujuan pokok pengembangan hubungan efektif dengan masyarakat setempat adalah untuk memungkinkan orang tua dan warga wilayah berpartisipasi aktif dan penuh arti di dalam kegiatan. Pendekatan yang perlu diperhatikan oleh kepala sekolah dalam menjalin hubungan dengan masyarakat adalah persuasif. Atas dasar itu maka beberapa teknik yang dapat digunakan antara lain: (1) pertemuan dari hati kehati, kunjungan rumah, (2) laporan kemajuan belajar siswa kepada orang tua, (3) pertemuan kelompok, (4) tatap muka, (5) tukar menukar pengalaman, (6) diskusi bersama ( Husain, MS 2005).
Mintzberg (dalam Marzuzak, 2008) membagi tiga kemampuan kepala sekolah sebagai manajer di sekolahnya, yaitu: (1) impersonal, kepala sekolah sebagai figur, pemimpin, dan juru runding, (2) informational, kepala sekolah menjalankan fungsi sebagai pemantau, penyebar dan perantara, (3) desisional, kepala sekolah menjalankan fungsi sebagai wiraswastawan, pengalokasi sumber-sumber dan negosiator.





















BAB III
METEDOLOGI
A.    Pendekatan Penelitian
Menurut Ali M., Pendekatan Penelitian merupakan keseluruhan cara atau kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian, dimulai dari perumusan masalah sampai dengan penarikan kesimpulan. Pendekatan penelitian menurut F.X. Sudarsono (1989: 1) dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1.      Pendekatan kuantitatif konsekuensinya dalam penelitian harus bekerja dengan angka-angka sebagai perwujudan dari semua gejala yang diamati.
2.      Pendekatan kualitatif, peneliti bekerja dengan berbagai informasi-informasi, keterangan-keterangan, atau juga dengan berbagai penjelasan data. Analisis data yang digunakan dalam pendekatan kualitatif ini adalah analisis non statistik atau informasi atau data tak berwujud dalam angka-angka analisisnya dengan prinsip.
Bila dilihat dari permasalahanyaPenelitian ini dikategorikan sebagai deskriptif korelasional karena berusaha memaparkan hubungan faktor-faktor atau berbagai variabel yang mempengaruhi keadaan tanpa memanipulasi variabel tersebut. Apabila dilihat dari segi pendekatannya, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif mencoba membuktikan kebenaran teori dengan observasi yang didahului dengan mengajukan hipotesis dan operasionalisasi variabel. Sedang dalam penelitian deskriptif tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan sebagaimana penelitian eksperimen (Arikunto, 2002:87). Karena penelitian ini dapat juga disebut penelitian noneksperimen. Selanjutnya karena penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan adanya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, penelitian ini juga disebut penelitian korelasional.
B. Variabel dan desain penelitian
a. Variabel penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas(predictor) yaitu kemampuan manajerial (X1), dan motivasi kerja (X2), satu variabel terikat (kriterium) kualitas penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (Y).

b. Desain penelitian
Penelitian ini ingin mengkaji hubungan antara kemampuan manajerial dan motivasi kerja kepala sekolah terhadap kualitas penerapan manajemen berbasis sekolah di Kabupaten sleman dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan noneksperimen, yang berarti penelitian mengkaji fakta-fakta yang telah terjadi. Penelitian ini bersifat korelasional dengan desain survey.
Dengan demikian, pada saat penelitian dilakukan para responden memiliki penghayatan, persepsi, pengalaman, dan perasaan serta penilaian tertentu yang merefleksikan persepsi mereka terhadap semua aspek kegiatan dan keadaan pada lingkungan kerjanya.
C. Definisi operasional variable
Untuk memperoleh kesamaan persepsi mengenai penelitian ini dan mengarahkan peneliti untuk merumuskan instrumen penelitian maka dirumuskan definisi operasional sehubungan dengan variabel yang ada dalam penelitian ini, yaitu : Kemampuan manajerial kepala sekolah adalah kemampuan kepala sekolah dalam mengelola organisasi dan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang telah di telah di tetapkan yang di ukur dengan; (1) kemampuan merencanakan yaitu mampu menyususn rencana dan menetapkan strategis serta mampu mengefektifkan perencanaan, (2) kemampuan mengorganisasikan yaitu meliputi mampu melakukan pembangian tugas dan tanggung jawab serta mampu mengelola personil, (3) kemampuan pelaksanaan yaitu mampu mengambil keputusan dan mampu menjalin komunikasi, dan (4) kemampuan pengawasan yaitu mampu mengendalikan organisasi.
Motivasi kerja adalah daya dorong yang menggerakkan kepala sekolah dalam melaksanakan tugas yang bersumber dari dalam dirinya maupun yang diluar dirinya guna mencapai hasil kerja yang memuaskan yang dapat diukur dari indikator (1) meningkatkan prestasi, (2) menghindari kegagalan, (3) bekerja keras, (4) mengak tualisasikan diri, (5) pujian(6) hukuman, (7) aturan.
Kualitas pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah adalah upaya pelaksanaan program-program pendidikan yang telah di tetapkan untuk mencapai tujuan pendidikan melalui otonomi sekolah yang mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Dan indikatornya meliputi (1) organisasi, (2) kurikulum, (3) kesiswaan, (4) sarana dan prasarana  (6) partisipasi masyarakat.
D. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang di gunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang di amati (Sugiono, 2006: 114). Kedudukan instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai alat pengumpul data di lapangan. Dalam penelitian ini ada dua instrumen penelitian yang di gunakan yaitu:
Kuesioner dipergunakan untuk mengetahui Kemampuan manajerial, Motivasi kerja, dan Kualitas pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah di Kabupaten sleman provinsi yogyakarta yang diberi nilai 1,2,3,4 dan 5 untuk nilai positif dan 5,4,3,2, dan 1 untuk nilai negatif.
Dokumentasi adalah alat yang di gunakan untuk mengumpul data yang berhubungan dengan karakter responden yaitu Jumlah kepala sekolah, jenis kelamin, golongan serta tingkat pendidikan.

F. Populasi dan sampel
a. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua kepala sekolah di Kabupaten sleman provinsi yogyakarta yang terdiri dari kepala sekolah SD, SMP serta SMA/SMK yang berjumlah 281 orang.
b. Sampel
Menurut Sugiyono (2003:91) mengatakan bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalahrandom sampling dengan mengambil sampel sebesar 25 % dari 281 kepala sekolah yang ada di Kabupaten sleman . Dengan demikian jumlah sampel sebanyak 70 orang. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2006:134), yang menyatakan bahwa jika jumlah populasi penelitian dibawah 100 maka sebaiknya diambil semua, tetapi jika jumlah populasinya diatas 100 maka jumlah sampelnya dapat diambil 10-15% atau 20 – 25 % atau lebih tergantung dari ketersediaan waktu, tenaga, dan dana serta kemampuan peneliti termasuk sempit luasnya wilayah penelitian.




F. Teknik pengumpulan data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan beberapa teknik yaitu: Memberikan kuesioner kepada kepala sekolah untuk menjaring data kemampuan manajerial, motivasi kerja dan kualitas penerapan manajemen berbasis sekolah di Kabupaten sleman provinsi yogyakarta.






















DAFTAR PUSTAKA
.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktis.Jakarta: Reneka cipta.
Bafadall, Ibrahim. 1992.Supervisi Pengajaran Teori dan Aplikasinya dalam Pembina Profesional Guru. Bandung: Bumi Aksara.
Burhanuddin. 1994. Analisis Administrasi Manajemen Kepemimpinan pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Daft, Richard L. 2002.Manaje men. Jakarta: Erlangga.
Depdiknas, 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
Jakarta: Tampa Penerbit
Fattah. 1999. Landasan Manajemen Pendidikan Remaja. Bandung: Rosda Karya
Handoko, T. Hani.2003. Manajemen Edisi 2, Yogyakarta: BPFE
Hasibuan, S.P. Melayu. 2001. Manajemen Dasar, Pengertian, dan Makalah. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar