BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Esensialisme
adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance
dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang
utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh
fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada
keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan
harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang
memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang
membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung
esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan
sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Dengan demikian Renaissance
adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme,
karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan
sebagian ciri alam pikir modern.
Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan
reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka,
disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam
semesta, yang memenuhi tuntutan zaman. Realisme modern, yang menjadi salah satu
eksponen essensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia
fisik, sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya
bersifat spiritual. John Butler mengutarakan ciri dari keduanya yaitu, alam
adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri, dan dijadikan
pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada dunia
fisik. Dan disana terdapat sesuatu yang menghasilkan penginderaan dan
persepsi-persepsi yang tidak semata-mata bersifat mental.
Dengan demikian disini jiwa dapat diumpamakan
sebagai cermin yang menerima gambaran-gambaran yang berasal dari dunia fisik,
maka anggapan mengenai adanya kenyataan itu tidak dapat hanya sebagai hasil
tinjauan yang menyebelah, berarti bukan hanya dari subyek atau obyek
semata-mata, melainkan pertemuan keduanya. Idealisme modern mempunyai pandangan
bahwa realita adalah sama dengan substansi gagasan-gagasan (ide-ide). Dibalik
dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan
pencipta adanya kosmos.
Manusia sebagai
makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Menurut
pandangan ini bahwa idealisme modern merupakan suatu ide-ide atau
gagasan-gagasan manusia sebagai makhluk yang berpikir, dan semua ide yang
dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala
sesuatu yang ada di bumi dan dilangit, serta segala isinya. Dengan menguji dan
menyelidiki semua ide serta gagasannya maka manusia akan mencapai suatu
kebenaran yang berdasarkan kepada sumber yang ada pada Allah SWT.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian aliran Essensialisme ?
2.
Apakah
ciri-ciri aliran Essensialisme ?
3.
Bagaimana
kelebihan dan kekurangan dari aliran Esensialisme ?
4.
Bagaimana
implikasi aliran essensialisme dalam dunia pendidikan ?
C.
Tujuan
1.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah
Filsafat Pendidikan
2.
Untuk
mengetahui pengertian dan sejarah timbulnya aliran Essensialisme.
3.
Untuk
mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan aliran Esensialisme.
4.
Untuk
mengetahui bagaimana implikasi aliran Esensialisme dalam dunia pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aliran Essensialisme
Aliran
Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan yang
diberikan keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu
sebagai pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus
bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan
kestabilan. Artinya, nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu zaman Renaisans.
kestabilan. Artinya, nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu zaman Renaisans.
Adapun
pandangan tentang pendidikan dari tokoh pendidikan Renaisans yang pertama
adalah Johan Amos Cornenius (1592-1670), yaitu agar segala sesuatu diajarkan
melalui indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa. Tokoh kedua adalah
Johan Frieddrich Herbart (1776-1841) yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan
adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan Tuhan. Artinya, perlu ada
penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan
itu oleh Herbart disebut sebagai pengajaran.
Tokoh ketiga
adalah William T. Harris (1835-1909) yang berpendapat bahwa tugas pendidikan
adalah menjadikan terbukanya realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan
dan bersendikan ke-satuan spiritual. Sekolah adalah lembaga yang memelihara
nilai-nilai yang telah turun-temurun dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada
masyarakat. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aliran Esensialisme
menghendaki agar landasan pendidikan adalah nilai-nilai esensial yaitu yang
telah teruji oleh waktu, bersifat menuntun dan telah turun-temurun dari zaman
ke zaman.
B.
Ciri-ciri
Utama
Bagi aliran
ini “Education as Cultural Conservation”, pendidikan sebagai pemelihara
kebudayaan. Karena dalil ini maka aliran Essentialisme dianggap para ahli
sebagai “Conservative road to culture”, yakni aliran ini ingin kembali kepada
kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya
bagi kehidupan manusia.
Esensialisme
percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang
telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Kebudayaan yang mereka wariskan
kepada kita hingga sekarang, telah teruji oleh segala zaman, kondisi dan
sejarah. Kebudayaan demikian, ialah essensia yang mampu pula mengemban hari
kini dan masa depan umat manusia. Kebudayaan sumber itu tersimpul dalam ajaran
para filosof ahli pengetahuan yang agung, yang ajaran dan nilai-nilai ilmu
mereka bersifat kekal dan monumental.
Kesalahan dari
kebudayaan moderen sekarang Essensialisme ialah kecenderungannya, bahkan
gejala-gejala penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan
warisan itu. Fenomena-fenomena sosial-kultural yang tidak kita ingini sekarang,
hanya dapat diatasi dengan kembali secara sadar melalui pendidikan, ialah
kembali ke jalan yang telah ditetapkan itu. Hanya dengan demikian, kita boleh
optimis dengan masa depan kita, masa depan kebudayaan umat manusia.
Pemikir-pemikir
besar yang telah dianggap sebagai peletak dasar asas-asas filsafat aliran ini,
terutama yang hidup pada zaman klasik: Plato, Aristoteles, dan Democritus.
Plato sebagai bapak Objective-Idealisme adalah pula peletak teori-teori modern
dalam Essentialisme. Sedangkan Aristotes dan Democritus, keduanya Bapak
Objective-Realisme. Kedua ide filsafat itulah yang menjadi latar belakang
thesis-thesis Essentialisme. Yang amat dominan dalam Essentialisme tidak hanya
filsafat klasik tersebut. Malahan lebih-lebih ajaran-ajaran filosof pada zaman
Renaissance, merupakan sokoguru aliran ini. Brameld menulis ciri utama Essentialisme
itu sebagai berikut:
“Pandangan-pandangan
filsafat yang kuno dan absolutisme pandangan abad-abad pertengahan tercermin
dalam otoritasnya yang tidak dapat ditantang, otoritas gereja yang dogmatis,
dimana pengikut Essentialisme modern bertujuan mengusahakan suatu sistematika,
konsepsi tentang manusia dan alam semesta yang secepat mungkin cocok bagi
kebutuhan zaman dan lembaga-lembaga modern.”
Essensialisme
merupakan paduan ide-ide filsafat Idealisme dan Realisme. Praktek filsafat
pendidikan essensialisme dengan demikian menjadi lebih kaya dibandingkan jika
ia hanya mengambil posisi sepihak dari salah satu aliran yang ia sintesiskan.
C.
Kelebihan dan Kelemahan
Aliran Esensialisme
Kelebihan:
a. esensialisme membantu untuk
mengembalikan subject matter ke dalam proses pendidikan, namun tidak mendukung
perenialisme bahwa subject matter yang benar adalah realitas abadi yang
disajikan dalam buku-buku besar dari peradaban barat. Great Book tersebut dapat
digunakan namun bukan untuk mereka sendiri melainkan untuk dihubungkan dengan
kenyataan-kenyataan yang ada pada dewasa ini.
b. esensialis berpendapat bahwa
perubahan merupaka suatu kenyataan yang tidak dapat diubah dalam kehidupan
sosial. Mereka mengakui evolusi manusia dalam sejarah, namun evolusi itu harus
terjadi sebagai hasil desakan masyarakat secara terus-menerus. Perubahan
terjadi sebagai kemampuan imtelegensi manusia yang mampu mengenal kebutuhan
untuk mengadakan amandemen cara-cara bertindak,organisasi,dan fungsisosial.
Kelemahan:
a. menurut esensialis, sekolah tidak
boleh mempengaruhi atau menetapkan kebijakan-kebijakan sosial. Hal ini
mengakibatkan adanya orientasi yang terikat tradisi pada pendidikan sekolah
yang akan mengindoktrinasi siswa dan mengenyampingkan kemungkinan perubahan.
b. Para pemikir esensialis pada umumnya
tidak memiliki kesatuan garis karena mereka berpedoman pada filsafat yang
berbeda. Beberapa pemikir esensialis bahkan memandang seni dan ilmu sastra
sebagai embel-embel dan merasa bahwa pelajaran IPA dan teknik serta kejuruan
yang sukar adalah hal-hal yang benar-benar penting yang diperlukan siswa agar
dapat memberi kontribusi pada masyarakat.
c. Peran guru sangat dominan sebagai seorang yang menguasai lapangan, dan merupakan model yang sangat baik untuk digugu dan ditiru. Guru merupakan orang yang menguasai pengetahuan dan kelas dibawah pengaruh dan pengawasan guru. Jadi, inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa.
c. Peran guru sangat dominan sebagai seorang yang menguasai lapangan, dan merupakan model yang sangat baik untuk digugu dan ditiru. Guru merupakan orang yang menguasai pengetahuan dan kelas dibawah pengaruh dan pengawasan guru. Jadi, inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa.
D.
Implikasi Aliran
Essentialisme Terhadap Pendidikan
1.
Pandangan ontologi essensialisme
Sifat khas dari ontologi esensialisme adalah
suatu konsepsinbahwa dunia ini di kuasai oleh tatanan yang cela, yang mengatur
dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Ini berarti bahwa bagaimanpun
bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan
tatanan tersebut. Secara filosofis esensialisme dilandasi oleh prisip-prinsip
klasik dari filsafat realisme dan idialisme moderen. Ontologinya dapat disebut realisme
objektif, yang berpendapat bahwa kenyataan adalah sebuah pokok (subtansi) mater
atau idialisme objektif yang berpandangan bahwa kenyataan itu pada pokoknya
bersifat rohaniah.
2.
Pandangan epistemologi essensialisme
Epistemologi essensialisme pada tingkat
tertinggi merupakan teori persesuaian pengetahuan, yang meyakini bahwa
kebenaran tampil mewakili atau sesuia dengan fakta objektif. Realisme
memperhatikan pandangan tiga aliran psikologi yaitu assosianesmi, behavorisme,
dan koneksionisme. Lazimnya metosde yang digunakan dalam aliran psikologi ini
adalah menerapkan metode ilmu alam.
3.
Pandangan mengenai Pendidikan
Essensialisme timbul karena adanya pandangan
kaum progesif mengenai pendidikan yang fleksibel. Oleh karena adanya saingan
dari progresibvisme, maka pada sekitar tahun 1930 muncul organisasi. Dengan
munculnya komite ini pandangan-pandangan essensilaisme menurut tafsiran abad XX
mulai diketengahkan dalam dunia pendidikan.
.
4.
Pandangan mengenai belajar
Essensialisme yang didukung oleh pandangan
idealisme berpendapat bahwa bila seseorang itu belajar pada taraf permulaan
adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia
objektif. Akal budi manusia membentuk, mengatur, mengelompokkannya dalam ruang
dan waktu. Dengan prinsip itu dapat dikatakan bahwa belajar pada seseorang
sebenarnya adalah mengembangkan jiwa pada dirinya sendiri sebagai substansi
spritual. Jiwa membina dan menciptakan dirinya sendiri. Jadi belajar adalah
menerima dan mengenal dengan sungguh-sungguh nilai-nilai sosial oleh angkatan
baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi serta diteruskan kepada angkatan
berikutnya (Barnadib:1996:56). Belajar adalah cerminan dari jiwa yang aktif.
5.
Pandangan Kurikulum Essentialisme
Essensialisme adalah suatu teori pendidikan
yang menegaskan bahwa pendidikan selayaknya bergerak dalam kegiatan
pembelajaran tentang keahlian dasar, seni dan sains yang telah nyata-nyata
berguna dimasa lalu dan tetap demikian dimasa yang akan datang. Para
essensialis percaya bahwa beberapa keahlian esensi atau dasar mempunyai
kontribusi yang besar terhadap keberadaan manusia seperti membaca, menulis,
aritmatika dan perilaku sosial yang beradab. Keahlian dasar ini merupakan hal
yang selayaknya dan memeng dibutuhkan sehingga selalu ada dalam setiap
kurikulum sekolah dasar yang baik.
Pada kurikulum sekolah pertama, kurikulum
dasar seharusnya terdiri dari sejarah, matematika, sains dan sastra. Kurikulum
perguruan tinggi terdiri dari dua komponen yaitu mata kuliah umum dan sains.
Dengan menguasai mata kuliah ini yaitu yang berkaitan dengan lingkungan sosial
dan alam, seorang siswa mempersiapkan diri untuk berpartisipasi ssecara efektif
dalam masyarakat beradab.
Jadi intinya kurikulum hendaknya disusun
secara sistematis, dari mulai yang sederhana sampai yang kompleks. Kurikulum
direncanakan dan disusun berdasarkan pikiran yang matang agar manusia dapat
hidup harmonis dan menyesuaikan diri dengan sifat-sifat kosmis.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Essentialisme merupakan
paduan ide-ide filsafat Idealisme dan Realisme. Dan praktek-praktek filsafat
pendidikan Essentialisme dengan demikian menjadi lebih kaya dibandingkan jika
ia hanya mengambil posisi yang sepihak dari salah satu aliran yang ia sinthesakan
itu. Ide pokok idealisme berprinsip tentang semesta raya dan hakekat sesuatu.
Ide pokok realisme berprinsip realita itu ada jika independen terlepas daripada
kesadaran jiwa manusia.
Essensialisme
menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai
dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama
halnya dengan perenialisme, Essesialisme juga lebih berorientasi pada masa
lalu.
Pada
prinsipnya, proses belajar menurut Essensialisme adalah melatih daya jiwa
potensial yang sudah ada dan proses belajar sebagai proses absorption
(menyerap) apa yang berasal dari luar. Yaitu dari warisan-warisan sosial yang
disusun di dalam kurikulum tradisional, dan guru berfungsi sebagai perantara.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof.Dr.
H. Jalaluddin dan Drs. Abdullah Idi, M.Ed. Filsafat Pendidikan. Jakarta:
Gaya
Media Pratama.1997
______________, Modul Filsafat Pendidikan, Matakuliah
Filsafat pendidikan. Yogyakarta: 2010
http://edu-articles.com/
http://en.wikipedia.org/wiki/Main_Page
http://en.wikipedia.org/wiki/Main_Page
http://wahyudisy.blogspot.com/2008/01/aliran-progresivisme-aliran.html